Sungguh banyak ide yang melintas
di kepala ini untuk ditulis, rasanya seperti kepala mau pecah karena ndak muat.
Namun mungkin saking banyaknya sampai bingung mau nulis apa ya.
Baiklah, akan kuceritakan
kisah-kisah kehidupanku dengan kyai Abdul Mu’thi Hamid, Tambaksawah - Sidoarjo.
Terutama soal sifat- sifat beliau yang mulia. Karena aku sudah tinggal disini
lebih dari 5 tahun, sedikit akan kusarikan interaksiku dengan beliau. Semoga
kita bisa mengambil suri teladan dari seorang alim ulama
Pernah suatu ketika aku dipanggil
beliau ke ndalem(rumah kyai). Aku masuk lewat belakang ke ruangan tengah di belakang
ruang tamu. Rupanya beliau sedang menemui tamu. Aku tahu karena barusan kuintip
dari jendela-ruang tamu dan ruang tengah dihubungkan
dengan sebuah pintu dan jendela kaca ribben.
Kubuka pintu dan kupamerkan
wajahku di depannya sambil tersenyum ke arah pak yai dengan maksud memanggil
beliau. Beliau mengerti dan segera beranjak dari kursinya ke ruang tengah.
Pintu ditutupnya, sambil menarik pundakku
dengan lembut dengan agak menjauh dari ruang tamu beliau berbisik “Le, ana duit. Iku ana tamu kate nyilih duit
satus ewu. Lek sampeyan duwe tak silihe disik. Aku gak iso nolak wong njaluk
tulung, le..”
“Boten wonten yai, wonten namung seket”.
Waktu bokek, pegangan gak sampai
100 ribu pas itu. Dengan agak berat hati kuiyakan permintaan yai.
Seketika memoriku terusik,
teringat perilaku Rasulullah saw yang sering kubaca di buku- buku sejarah nabi.
Bahwa beliau tidak pernah menolak orang yang meminta-minta. Mungkin perilaku
seperti ini yang ingin diteladani oleh pak yai. Sungguh berat! Sungguh berat! Apalagi
dalam kondisi diri sendiri tak punya uang, masih mengorbankan diri mencari
tempat berhutang untuk menolong orang lain yang kesusahan.
Aku juga teringat pada suatu malam
sayidina Ali kw menjamu tamu. Lalu meminta istrinya Fatimah ra untuk
menghidangkan makanan pada tamunya. Padahal
makanan itu hanya satu-satunya yang tersisa untuk malam itu. Kedua putranya
juga belum makan malam.
Ali kw bukannya mengurungkan
niatnya malah menyuruh istrinya untuk menidurkan anak-anaknya. Seraya menyusun
rencana saat makanan disuguhkan dan tamu siap memakannya, istrinya disuruh
mematikan lampu sambil berpura-pura memperbaiki. Supaya si tamu mengira Ali kw
makan bersama tamunya.
Demikian mulia mereka itu,
mendahulukan orang lain dibanding dirinya sendiri. Meskipun harus merelakan
haknya pada orang lain. Semoga kita bisa meneladani mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar